Friday, August 18, 2017

WAJAH CINTA



       Cinta ! Apakah tema ini terlalu kekanak-kanakan? Mungkin, bagi mereka yang sedang dimabuk api asmara, tema ini mampu membuat mereka tersenyum bodoh tanpa sebab. Sebuah kegilaan yang sudah ada berabad-abad, sebuah keajaiban semesta yang bahkan masih menjadi misteri, bahkan ketika awal manusia diciptakaan, Adam rela ikut memakan buah terlarang hanya karena Hawa memakannya. Kebodohan apa yang menyebabkan Adam rela membangkang titah Tuhan ? Jika kita renungi, kebodohan itu adalah cinta itu sendiri, Adam sangat mencintai Hawa dan ingin hidup kekal bersamanya sehingga dengan mudah termakan bujuk rayu setan.

Saturday, June 24, 2017

Kritik Fatwa DSN Tentang Kredit Emas



Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa uang kertas telah di-qiyas-kan oleh para ulama dengan emas dan perak. Ini menjadikan keduanya –uang kertas dan emas/perak-mempunyai hukum yang sama. Yaitu haramnya memperjual-belikan keduanya (emas dan emas/perak dan perak/uang dan uang) kecuali harus ada kesamaan kuantitas dan kualitasnya, supaya terhindar dari riba fadhl dan diharuskan terjadi secara kontan agar terhindar dari riba nasi’ah. Namun apabila terjadi perbedaan, seperti jual-beli emas dengan perak ataupun emas dan uang, maka disyaratkan transaksi tersebut terjadi secara kontan.

Friday, April 21, 2017

Mengenal Giro Wajib Minimum (GWM) dan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)



Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kewajiban untuk menjaga kesehatan perbankan Indonesia. Melalui UU No.21 Tahun 2008 dinyatakan bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai kewenangan atas bank syari’ah dalam melakukan pengawasan dan pembimbingan[1].

Riba (Keuntungan yang HARAM)



Kebanyakan masyarakat menganggap bisnis riba adalah bisnis renternir, anggapan ini saya anggap benar, karena memang bisnis rentenir adalah salah satu contoh bisnis ribawi, namun hal ini sangatlah sempit yang nantinya akan mengaburkan makna riba itu sendiri, sehingga wajar jika sebagian orang terheran-heran jika ada ustadz/ustadzah yang menyatakan bahwa bunga bank haram.
            Agar makna riba tidak sesempit yang dibayangkan orang pada umumnya, kita akan membagi riba menjadi dua macam, masing-masing dari keduanya memiliki definisi dan landasan hukum yang berbeda. Sebelumnya, pembagian riba hanya menjadi dua adalah pembagian yang saya ambil dari buku : Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syari’ah Analisis Fikih dan Ekonomi, karya Dr. Oni Sahroni, M.A dan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P.
Pembagian riba menjadi hanya dua saja adalah pembagian yang sederhana dari pembagian yang selama ini kita dapatkan didalam kitab-kitab fikih klasik yang penuh dengan perdebatan. Berikut pembagian tersebut :

Monday, February 27, 2017

Gharar (Ketidakpastian) PHP !


Menurut standar syari’ah AAOIFI, gharar adalah sifat dalam mu’amalah yang menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur al-‘aqibah), dan secara operasional, gharar bisa diartikan : kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi, baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga salah satu dari kedua pihak dirugikan.

Ba'i al-'Inah dan Tawaruq Munadzom



Landasan diharamkannya ba’i al-‘Inah adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad, dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah SAW bersabda :
إذا  ضن الناس بالدينار والدرهام، وتبايعوا بالعينة، واتبعوا أذناب البقر، وتركوا الجهاد في سبيل الله، أنزل الله بهم بلاء، فلا يرفعه حتى يرجعوا دينهم.
Artinya : “Apabila manusia kikir dengan dinar dan dirham, melakukan jual-beli ‘inah, mengikuti ekor sapi (sibuk bertani) dan meninggalkan jihad fi sabilillah, maka Allah SWT akan menurunkan bala dan tidak akan mengangkatnya kembali kecuali (mereka) kembali kepada (ajaran) agama mereka”

Thursday, February 23, 2017

FORCE MAJEURE DAN Al-JAIHAH (Explanation, Comparison and Discussion)








Explanation
 Secara garis besar kegiatan berekonomi merupakan fitrah manusia, sekaligus merupakan unsur utama terbentuknya suatu komunitas masyarakat yang kuat.
 Maka tidak heran Islam sebagai agama yang sempurna memiliki kepentingan dalam mengatur ekonomi umatnya demi mewujudkan system perekonomian yang bebas dari tindak kedzoliman, dalam hal ini Allah SWT berfirman :
لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Artinya : “Kalian tidak mendzolimi dan tidak pula di dzolimi” (Q.S Al-Baqarah : 276)

ISTIHSAN SEBAGAI DALIL SYAR'I (STUDI KONVERATIF TERHADAP PANDANGAN ULAMA) PART 3









Terjadi perbedaan dikalangan ulama dalam penerapan istihsan sebagai dallil, perbedaan ini antara jumhur ulama, baik itu Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah dengan imam as-Syafi’i. Didalam ar-Risalah, imam Syafi’I mengatakan dengan jelas bahwa beliau menolak istihsan, diantara perkataan yang dinisbahkan kepada beliau adalah :
من استحسن فقد شرع[1]
Barang siapa yang berdalil dengan istihsan, maka ia telah membuat syari’at (hukum)”

ISTIHSAN SEBAGAI DALIL SYAR'I (KRITIK TERHADAP LANDASAN ISTIHSANI DAN PENGKLASIFIKASIANNYA) PART 2


Setelah kita mengenal istihsan melalui pengertian para ulama dalam pembahasan diatas, kita juga harus mengetahui rujukan para ulama dalam menjadikannya sebagai hujjah, yaitu berupa dalil-dalil yang menunjukkan kebasahan istihsan itu sendiri, diantara dalil-dalil itu adalah :

ISTIHSAN SEBAGAI DALIL SYAR'I (DEFINISI) PART 1









Istihsan berasal dari bahasa arab dengan wazan (استفعال) yang merupakan bentuk masdhar dari kata kerja istahsana (استحسن), ia berasal dari kata (الحسن) yang merupakan kata sifat atas sesuatu yang baik[1]. Sedangkan istihsan sendiri secara bahasa bermakna menjadikan sesuatu dianggap baik ((عدّه حسنا[2] atau meyakini suatu kebaikan (يقول الرجل : استحسنت كذا، أي : اعتقدته حسنا[3])  Lebih jauh, istihsan juga dapat digunakan atas sesuatu yang disenangi oleh suatu individu atau kelompok, walaupun pada dasarnya hal itu adalah sesuatu yang buruk[4].