Friday, April 21, 2017

Mengenal Giro Wajib Minimum (GWM) dan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)



Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kewajiban untuk menjaga kesehatan perbankan Indonesia. Melalui UU No.21 Tahun 2008 dinyatakan bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai kewenangan atas bank syari’ah dalam melakukan pengawasan dan pembimbingan[1].

Dalam rangka pengendalian moneter, Bank Indonesia dirasa perlu menerbitkan peraturan-peraturan pengendalian moneter yang berdasarkan prinsip syari’ah, serta sebagai upaya mengatasai kelebihan likuiditas diperbankan syari’ah, maka BI menerbitkan beberapa instrumen penting yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Diantara instrument-instrumen  tersebut adalah Giro Wajib Minimum (GWM) dan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI).
Giro Wajib Minimum (GWM) dan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia adalah dua instrument Bank Indonesia yang memakai prinsip wadi’ah. Giro Wajib Minimum sebagai cadangan primer yang diatur dalam peraturan Bank Indonesia No.2/7/PBI 2000, merupakan simpanan minimum bank dalam bentuk giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia[2]. Kendati tidak ada fatwa terkait dari DSN tentang GWM ini, tetapi peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia ini sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
   Diantara nilai kemaslahatan yang terdapat dalam peraturan GWM ini adalah, bahwa bank sebagai lembaga yang memiliki fungsi intermediasi dimana tugas utamanya menyalurkan uang dari unit surplus ke unit minus ternyata tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi hak-hak para nasabah, tentunya hal ini akan menjadi masalah besar mengingat sebagian besar uang yang berputar adalah milik nasabah. Jika kewajiban bank terhadap nasabah tidak dapat dipenuhi baik itu ketika nasabah akan menarik tabungan, giro, atau deposito, kredibilitas bank tersebut dipertanyakan dan nama baik pun dipertaruhkan. Maka dari itu manajemen likuiditas bank harus benar-benar difungsikan Dan salah satunya yaitu dalam bentuk Giro Wajib Minimum (GWM) pada Bank Indonesia[3].
Pada praktiknya, meski sangat mirip, namun ada perbedaan antara praktik GWM bank konvensional dan bank syariah. Pertama, bank konvensional menerima imbal bunga, meski tidak besar, sedangkan bank syariah tidak[4].
Sedangkan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) merupakan cadangan skunder Bank Syari’ah yang diletakkan di Bank Indonesia. Juga dimaksudkan untuk menyerap kelebihan dana yang ada diperbankan syari’ah, karena tidak menutup kemungkinan bahwa bank mengalami kesulitan dalam menyalurkan dananya, sehingga dana tersebut menumpuk di bank sebagaimana yang terjadi pada bank syariah yang mengalami overliquiditas beberapa waktu yang lalu[5].
Bank Indonesia akan memberikan bonus atas penitipan dana tersebut yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Sesuai prinsip wadiah, besarnya bonus tersebut tidak dipersyaratkan sebelumnya antara bank syariah sebagai penitip dengan Bank Indonesia sebagai penerima titipan, bonus tersebut tidak boleh ditetapkan dalam bentuk nominal ataupun persentase, pemberian bonus ini merupakan kebijakan Bank Sentral yang bersifat sukarela[6].
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) diatur dalam fatwa DSN No. 36/DSN-MUI/X/2002 dan Peraturan Bank Indonesia No.6/7/PBI/2004. Dalam fatwanya DSN menetapkan beberapa ketentuan terkait SWBI[7], diantaranya :
1)   Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip syari’ah yang dinamakan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI), yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya.
2)   Akad yang digunakan untuk instrument SWBI adalah akad wadi’ah sebagaimana diatur dalam fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro dan fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/ tentang tabungan.
3)   Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang dipersyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia
4)   SWBI tidak boleh diperjualbelikan.



[1] UU No.21 Tahun 2008 Pasal 50
[2] No.2/7/PBI 2000 Pasal 1
[4] http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/klinik-syariah/10/05/11/115088-apakah-giro-wajib-minimum-bertentangan-dengan-islam-  Diakses pada 16/3/2017 pukul : 12:10 AM
[5] Kristia Oktavina & Emile Setia Darma,  Pengaruh Kas, Bonus SWBI, Marjin Keuntungan, Dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Pembiayaan Murabahah, Jurnal Akuntansi & Investasi Vol.13 No.1, 2001, hal 54
[6] Ibid hal 56
[7] DSN No. 36/DSN-MUI/X/2002

No comments: