Wednesday, July 25, 2012

Pandangan Islam terhadap Pengemis

       
Semakin tahun semakin banyak saja pengemis yang berhamburan dijalan-jalan republik ini, apakah semakin hari perekonomian kita semakin memburuk atau memang mengemis sudah merupakan profesi resmi di negara ini. Dua-duanya benar, satu sisi perekonomian kita memang sudah hampir pulih, namun inflasi masih tetap menyerang, ini dikarenankan semakin minimnya ketersediaan bahan-bahan baku untuk industri diseluruh dunia, yang akhirnya mengakibatkan harga-harga melambung dan semakin menjamurnya pengangguran. Adapun yang kedua, kita pasti berfikir, "Masa sih ada orang yang mau menjadikan mengemis sebagai profesi mereka ?", jawabannya, "Ya tentu ada". Karena mengemis memiliki nilai ekonomi yang tinggi, mari kita hitung, misalkan dalam satu kali lampu merah seorang pengemis mendapatkan 2 ribu perak dari dua mobil, sedangkan durasi mengemis biasanya adalah 8 jam, dalam satu jam ada 3600 detik, yang mana 120 detik lampu merah dan 40 detik lampu hijau, jadi 3600:160=22,5, maka dalam satu jam ada sekitar 22,5 kali lampu merah, maka 22,5 x 8 jam =180 kali lampu merah, dan 180x Rp 2000= Rp.360.000, jadi penghasilan seorang pengemis dalam satu hari mencapai Rp.360.000,00, apabila ini dikerjakan rutin dalam satu bulan maka penghasilan pengemis sekitar Rp.360.000x30 hari= Rp. 10.800.000, jumlah yang sangat fantastis.
Tetapi jumlah diatas bukanlah jumlah rill pendapatan mereka dalam satu bulan, karena kebanyakan pengemis adalah pemalas, belum lagi jatah para preman, sat-pol pp, polisi, sewa anak (bagi yang mengemis dengan menggendong bayi), judi, perempuan, miras dll. Sekarang masihkah kita berpikir bahwa mengemis bukanlah profesi yang menguntungkan? 
Namun secara umum, tidak semua pengemis menjadikan mengemis sebagai profesi, masih banyak diantara mereka yang masih mempunyai harga diri, bagi mereka mengemis adalah jalan terakhir untuk bertahan hidup dan mereka tidak mau meminta kecuali dalam keadaan sangat terpaksa. Inilah tipe orang fakir yang sebenarnya  diisyaratkan dibanyak ayat al-Qur'an, yang mana kita disuruh untuk membantu mereka dan meringankan beban hidup mereka. Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui. (Qs. al-Baqarah/2 : 273).
Sedangkan yang kedua, mereka merupakan kelompok perusak citra agama dan bangsa, mereka tidak mempunyai apa yang disebut harga diri, mereka rela hidup dalam kehinaan dan keodohan hanya demi mendapatkan harta dengan cara yang instan. Lihatlah betapa letih kita berkerja, mencucurkan keringat dan terpanggang oleh sinar matahari, sedangkan mereka dengan tubuh yang masih sehat dan kuat hanya menengadahkan tangannya kemuka kita sambil menunjukkan muka memelas agar kita iba.
Sekarang, mari kita lihat bagaimana islam memandang mereka. Sesungguhnya Islam merupakan agama rahmah yang selalu mengarahkan pemeluknya kepada hal-hal positif, Islam dengan sangat keras melarang praktek-praktek yang dapat menurunkan iffah atau harga diri pemeluknya, seperti meminta-minta kepada manusia. Dalam hal ini Rasulluh pernah bersabda : 

"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya."

Masih banyak hadist senada yang dengan begitu tegasnya melarang ummat islam untuk meminta-minta, ataupun perbuatan lainnya yang dapat merusak citra agama dan negara. Semua itu dibuat bukan untuk menyiksa ataupun untuk menenggelamkan kita umat islam kejurang kebinasaan. Islam sangat lah tegas melarang kita untuk melakukan hal ini, namun ia juga sangat toleran. Kita umat Islam diperbolehkan meminta kepada penguasa, karena pada dasarnya kita mempunyai hak atas apa yang dimiliki oleh penguasa, seperti hadist yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub dibawah ini:

"Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu."

Selain itu, didalam hadist diatas terdapat lafaz أَوْ فِيْ أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ.artinya: sesuatu perkara yang sangat perlu. Jadi menurut hadist diatas maka kita boleh meminta sesuatu kepada manusia, kalau kita sudah berada didalam situasi yang amat sangat mendesak. Namun keumuman hadist diatas tidak memberikan kepada kita penjelasan tentang hal-hal seperti apakah sebenarnya yang dimaksud dengan sangat perlu ?. Orang yang tidak mengetahui mudah saja baginya untuk berspekulasi sembarangan, untuk itu  hadist diatas dijelaskan dengan sangat gamblang oleh hadist yang diriwayatkan oleh Qabishah bin Mukhariq al-hilali. Hadist itu berbunyi, yang artinya sebagai berikut :


“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.


Begitulah cara islam memandang aktifitas meminta-minta kepada manusia, tegas tapi toleran. Waallahu 'alam bishowab.

No comments: