Memutuskan
sesuatu merupakan keharusan bagi manusia. Dalam kehidupan ini manusia dituntut
untuk memilah-milih beberapa hal untuk dilakukan. Pada fitrahnya manusia
cendrung meninggalkan hal-hal yang ia anggap tidak bagus. Dengan begitu ia
telah melakukan putusan. Baik itu putusan yang ia ambil dari pengetahuan yang
bersifat subjektif atau pengetahuan yang bersifat objektif.
Sesuatu biasanya diputuskan
tergantung pada bobot dari sesuatu itu. Dalam hal yang kecil biasanya manusia
hanya perlu enam detik untuk berfikir dan kemudian memutuskan. Namun
bagaimanakah apabila hal yang membutuhkan putusan itu menyangkut sesuatu yang
besar dan berakibat fatal apabila terjadi kesalahan ? Manusia yang tidak
terpelajar biasanya mengambil jalan instan dalam berfikir untuk kemudian
memutuskan sesuatu, entah kemujuran yang berpihak kepadanya ataukah sebaliknya
itu semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Sedangkan manusia yang terpelajar ia
akan mencoba berfikir secara ilmiah dalam menanggapi masalahnya untuk kemudian
memutuskan, dengan begitu ia sudah melakukan usaha yang gigih untuk masalahnya
untuk kemudian diserahkan kepada Allah SWT.
Tetapi, berfikir untuk kemudian
memutuskan saja tidaklah cukup. Manusia butuh penuturan yang jelas dalam
menguraikan keputusannya. Penuturan yang salah justru akan menambah masalah
menjadi runyam. Bayangkan seorang pembicara misalkan mengatakan didalam
seminarnya bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya raya, tetapi diakhir seminar
ia justru mendukung pinjaman luar negeri yang dilakukan pemerintah. Tentunya
penuturan seperti ini sangatlah membingungkan, rakyat yang sedari tadi
menginginkan kejalasan justru semakin dibuat kabur oleh pembicara.
Kesalahan semacam itu, sudah sering
kita lihat dikoran-koran bahkan didalam pidato orang-orang terkemuka. Kesalahan
ini menunjukkan akan kelemahan logika pembicara. Jika tidak kritis pendengarpun
bisa menjadi salah kaprah.
- Defenisi Putusan
Dikarenakan pentingnya putusan
didalam materi ini maka penentuan definisi menjadi amatlah penting. Yang
dimaksud dengan putusan adalah tindakan akal manusia yang mengakui atau mengingkari
sesuatu terhadap sesuatu. Dalam putusan ini lah pengetahuan menyatakan
bentuknya. Jika putusan yang kita ambil sesuai dengan realita maka keputusan kita adalah merupakan
salah satu dari bentuk kebenaran.
Kebenaran bisa kita lihat menjadi
dua sudut pandang. Yang pertama adalah kebenaran yang objektif yang bersifat
logis dan kebenaran subjektif yang biasanya bersifat etis. Tiap orang
menganggap pengetahuannya benar. Lantas, bagaimanakah keputusan kita ? apakah kita mengakui kebenarannya atau
tidak ? itu semua bergantung pada pembuktian. Jadi bukti adala tanda dari pada
kebenaran. Bukti menjadikan kebenaran yang dulunya bersifat hipotesa menjadi
kebenaran objektif yang bersifat logis.
Suatu putusan adalah pasti jika ada
bukti-bukti yang menyokongnya. Dan suatu putusan bisa saja bersifat dugaan
karena ada faktor yang mengarah kepada putusan tersebut namun belum diperoleh
bukti untuk bisa diputuskan. Putusan juga bisa disangsikan apabila putusan
masihlah bersifat dugaan yang belum mempunyai cukup alasan agar diputuskan.
Sebagai contoh misalkan kita
mempunyai bayangan didalam kepala kita bahwa pohon mangga adalah
tumbuh-tumbuhan yang berbatang, berakar, berdaun. Jadi ini adalah
pengertian pohon secara umum. Apabila
bayangan yang ada didalam kepala kita mengatakan bahwa pohon itu juga berbuah ini merupakan kebenaran yang
subjektif sampai kita menemukan bukti bahwa pohon mangga memang berbuah. Maka
kebenaran yang kita anut pada saat kita menemukan bahwa pohon itu berbuah
adalah pengetahuan yang benar. Dan menyatakan kebenaran ataupun suatu kesalahan
dari suatu perkara dinamakan putusan.
Namun, putusan juga bisa saja
didasarkan pada kebenaran yang bersifat etis atau masih saja bersifat
subjektif. Misalkan tejadi prosesi lamaran yang dilakukan oleh perempuan pada
adat minang. Hal ini mereka anggap benar karena sesuai adat dan kepercayaan
mereka. Orang jawa dan Kalimantan misalkan akan menganggap adat orang minang
salah, dikarenakan menurut mereka laki-lakilah yang harus datang melamar, bukan
perempuan.
- Macam-macam Putusan
Ada lima macam putusan dilihat dari segi bahan, jumlah, sifat
hubungan subjek dan predikat dan modalitas, diantaranya :
1.
Dipandang
dari segi bahan
Putusan bisa
berbahan analitik atau bahasan dan bisa juga berbahan sintetik atau himpunan.
a.
Dalam
putusan analitik predikatnya adalah keharusan bagi subjeknya.
Misalkan
: Sapi adalah hewan dan Jambu ialah buah-buahan.
Sudah
menjadi keharusan bagi sapi untuk menjadi hewan dan begitu juga dengan jambu
sudah menjadi kewajibanya menjadi buah-buahan.
b.
Dalam
putusan sintetik predikatnya tidak menjadi keharusan bagi subjeknya.
Misalkan :
Sapiku kurus dan Jambuku manis
Dalam hal ini
kita melihat kurus bukan menjadi keharusan sapi untuk menjadi kurus begitu juga
dengan jambu.
2.
Dari
segi jumlah
Dipandang dari
segi kuantitasnya ada tiga macam putusan : umum, sebagian dan tunggal
a.
Putusan
yang bersifat universal mencakup semua dalam lingkaran subjek
Misalkan
: Semua mahasiswa STIU hadir dalam acara HUT STIU. Manakala subjek memakai kata-kata umum
seperti semua, seluruh dll kita akan langsung mengetahui bahwa ini adalah
putusan umum. Namun bisa jadi subjeknya memakai kata-kata mufrad namun yang
dimaksud adalah universal. Misal : Sapi adalah hewan. Dalam hal ini semua sapi adalah hewan.
b.
Putusan
sebagian atau partikuler mencakup sebagian saja dari lingkaran subjek
Misal :
Sejumlah mahasiswa UNAS tidak hadir pada hari sarjana itu.
c.
Putusan
tunggal
Misalkan :
Zubair adalah mahasiswa Lipia.
3.
Dari
segi sifat dan kualitas
Dalam segi
kualiatas suatu putusan mungkin setuju atau mengingkari
a.
Menyetujui
Misal : Semua
mahasiswa UNAS hadir dalam dies
b.
Mengingkari
Misl : Zubair
tidak bodoh
4.
Dari
segi hubungan subjek dan predikat
a.
Putusan
tanpa syarat dan katagori
Hubungan antara
subjek dan predikat dalam putusan ini tidak ada disyaratkan apa-apa. Subjek
dapat menerima predikat apa saja.
Misalkan : Semua
Mahasiswa hadir atau sejumlah mahasiswa tidak hadir.
b.
Putusan
bersyarat
Hubungan antara
subjek dan predikat berdasarkan syarat. Apabila ada syarat itu, berlakulah
hubungan tersebut . Misalkan : Kalau Zubair selesai dengan tentamen bahasa
arabnya, ia akan naik kelas.
c.
Putusan
pilihan atau disjungtif
Misal : Zubair
hadir atau tidak hadir
5.
Dari
segi modalitas
a.
Dalam
putusan problematika subjek dapat menjadi predikat
Misal : Ketia
UAS Zubair mungkin pergi ke pasar. Tetapi mungikin pula Zubair tidak pergi kepasar.
b.
Dalam
putusan asertori berlakunya predikat pada subjek ditetapkan sebgai kenyataan
Misal : Zubair
duduk diantara hadirin dalam perayaan Dies UNAS. Maka dikatakanlah : Zubair
hadir dalam Dies UNAS
c.
Dalam
putusan apodiksi, predikat harus berlaku pada subjek
Misal: Malam
itu gelap. Maka tidak mungkin malam itu
terang.
- Lambang-lambang Logika
Sebelum kita masuk pada pembahasan berikutnya, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu kode- kode yang melambangkan keputusan berfikir. Kode-kode
ini dilambangkan dengan huruf-huruf vokal seperti “a” untuk umum mengiyakan,
“i” untuk sebagian mengiyakan, “e” untuk umum mengingkari, dan “o” untuk
sebagian mengingkari.
Tunggal mengiyakan masuk kepada “i” dan sedangkan tunggal
mengingkari masuk kepada “o”.
Misalkan : Semua undangan hadir dipesta pernikahan Ahmad.
Dikarenakan subjek dari kalimat diatas umum dan peridikaatnya mengiyakan maka
tanda atau kode yang dipakai pada kalimat diaas adalah ‘a’. Jadi “S a P”.
- Pertentangan Putusan
Sebuah putusan akan dikatakan bertentangan apabila ia memutuskan
dalam perkara yang sama namun berisikan hal (Persetujuan atau Pengingkaaran)
yang berbeda. Dan tidak menjadi masalah apabila apabila memutuskan dalam
perkara yang sama namun berisikan hal yang berbeda tetapi mempunyai hal yang
sama.
Misal: “Semua undangan hadir”
memiliki pengertian yang sama
dengan “Tidak ada undangan yang tidak hadir” walaupun halnya berbeda
namun tetap dalam satu arti.
Pertentangan dikelompokkan menjadi empat hukum yang berbeda,
hukum-hukum ini mencegah akal kita dari membuat pernyataan-pernyataan keliru,
atau memudahkannya dalam mengoreksi pernyataan orang lain. Hukum-hukum ini
antara lain :
1.
Hukum
Kontradiksi
Misal
:
a.
Semua
mahasiswa UNAS hadir berkontradiksi dengan sebagian mahasiswa UNAS tidak hadir.
Jadi S a P berkontradiksi S o P.
b.
Semua
mahasiswa UNAS tidak hadir berkontradiksi dengan sebagian mahasiswa UNAS hadir.
Jadi S e P berkontradiksi dengan S i P.
Didalam hukum kontardiksi jika yang satu salah maka yang satu
adalah benar, begitu juga sebaliknya. Dan tidak mungkin keduanya benar atau keduanya
salah.
2.
Hukum
Konter
Misal : Semua mahasiswa UNAS hadir, konter dengan semua mahasiswa
UNAS tidak hadir. Jadi S a P konter dengan S e P
Didalam hukum konter jika salah satu pernyataan benar maka
pernyataan yang lain keliru. Namun apabila salah satu putusan salah maka
putusan yang lain bisa menjadi benar bisa juga salah, tidak ada keharusan
seperti pada hukum kontradiksi.
Namun tidak mungkin kedua putusan atau pernyataan dianggap benar
didalam hukum konter, tetapi tidak menutup kemungkinan pernyataan keduanya
adalah salah.
3.
Hukum
Subkonter
Misal
: Sebagian mahasiswa UNAS hadir, sub-konter dengan sebagian mahasiswa UNAS
tidak hadir. Jadi S e P ber sub konter dengan S o P.
Didalam hukum subkonter jika salah satu salah maka yang lain tentu
benar. Namun apabila yang satu benar maka yang lain belum tentu salah. Dan
tidak mungkin keduanya salah.
4.
Hukum
Sub alternasi
Misal
:
a.
Semua
mahasiswa UNAS hadir, sub-alternasi dengan sebagian mahasiswa UNAS hadir. Jadi
S a P sub alternasi dengan S i P.
b.
Semua
mahasiswa UNAS tidak hadir, subalternasi dengan sebagian mahasiswa UNAS tidak
hadir. Jadi S e P sub alternasi dengan S o P.
Didalam hukum sub alternasi ada kemungkinan kedua putusan salah
atau sebaliknya. Atau mungkin yang satu benar dan yang lain salah. Jadi didalam
hukum ini tidak ada keharusan sama sekali dalam menenutkan benar dan salah
- Masalah Kontradiksi Dalam Masyarakat
Kita sering sekali menemukan
pertentangan-pertentangan dalam sebuah putusan. Orang banyak sekali salah dalam
membuat putusan, sehingga putusan yang diambil diawal bertentangan dengan
putusan yang ia ambil diakhir. Bukan hanya orang yang tidak terpelajar tapi
orang terpelajar sekalipun kerap sekali membuat kesalahan yang sama.
Hal ini berakibat fatal apabila
dilakukan oleh seorang pemimpin, karena pertentangan yang dia buat justru
menunjukkan kelemahan logikanya. Sedangkan kelemahan logika yang dimiliki
seorang pemimpin berakibat kepada tindakan dan perbuatan yang keliru oleh pengikutnya.
No comments:
Post a Comment