Friday, June 27, 2014

Ilmu Logika Putusan



            Memutuskan sesuatu merupakan keharusan bagi manusia. Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk memilah-milih beberapa hal untuk dilakukan. Pada fitrahnya manusia cendrung meninggalkan hal-hal yang ia anggap tidak bagus. Dengan begitu ia telah melakukan putusan. Baik itu putusan yang ia ambil dari pengetahuan yang bersifat subjektif atau pengetahuan yang bersifat objektif.
            Sesuatu biasanya diputuskan tergantung pada bobot dari sesuatu itu. Dalam hal yang kecil biasanya manusia hanya perlu enam detik untuk berfikir dan kemudian memutuskan. Namun bagaimanakah apabila hal yang membutuhkan putusan itu menyangkut sesuatu yang besar dan berakibat fatal apabila terjadi kesalahan ? Manusia yang tidak terpelajar biasanya mengambil jalan instan dalam berfikir untuk kemudian memutuskan sesuatu, entah kemujuran yang berpihak kepadanya ataukah sebaliknya itu semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Sedangkan manusia yang terpelajar ia akan mencoba berfikir secara ilmiah dalam menanggapi masalahnya untuk kemudian memutuskan, dengan begitu ia sudah melakukan usaha yang gigih untuk masalahnya untuk kemudian diserahkan kepada Allah SWT.

            Tetapi, berfikir untuk kemudian memutuskan saja tidaklah cukup. Manusia butuh penuturan yang jelas dalam menguraikan keputusannya. Penuturan yang salah justru akan menambah masalah menjadi runyam. Bayangkan seorang pembicara misalkan mengatakan didalam seminarnya bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya raya, tetapi diakhir seminar ia justru mendukung pinjaman luar negeri yang dilakukan pemerintah. Tentunya penuturan seperti ini sangatlah membingungkan, rakyat yang sedari tadi menginginkan kejalasan justru semakin dibuat kabur oleh pembicara.
            Kesalahan semacam itu, sudah sering kita lihat dikoran-koran bahkan didalam pidato orang-orang terkemuka. Kesalahan ini menunjukkan akan kelemahan logika pembicara. Jika tidak kritis pendengarpun bisa menjadi salah kaprah. 
  •        Defenisi Putusan

Dikarenakan pentingnya putusan didalam materi ini maka penentuan definisi menjadi amatlah penting. Yang dimaksud dengan putusan adalah tindakan akal manusia yang mengakui atau mengingkari sesuatu terhadap sesuatu. Dalam putusan ini lah pengetahuan menyatakan bentuknya. Jika putusan yang kita ambil sesuai dengan  realita maka keputusan kita adalah merupakan salah satu dari bentuk kebenaran.
Kebenaran bisa kita lihat menjadi dua sudut pandang. Yang pertama adalah kebenaran yang objektif yang bersifat logis dan kebenaran subjektif yang biasanya bersifat etis. Tiap orang menganggap pengetahuannya benar. Lantas, bagaimanakah keputusan  kita ? apakah kita mengakui kebenarannya atau tidak ? itu semua bergantung pada pembuktian. Jadi bukti adala tanda dari pada kebenaran. Bukti menjadikan kebenaran yang dulunya bersifat hipotesa menjadi kebenaran objektif yang bersifat logis. 
Suatu putusan adalah pasti jika ada bukti-bukti yang menyokongnya. Dan suatu putusan bisa saja bersifat dugaan karena ada faktor yang mengarah kepada putusan tersebut namun belum diperoleh bukti untuk bisa diputuskan. Putusan juga bisa disangsikan apabila putusan masihlah bersifat dugaan yang belum mempunyai cukup alasan agar diputuskan.
Sebagai contoh misalkan kita mempunyai bayangan didalam kepala kita bahwa pohon mangga adalah tumbuh-tumbuhan yang berbatang, berakar, berdaun. Jadi ini adalah pengertian  pohon secara umum. Apabila bayangan yang ada didalam kepala kita mengatakan bahwa pohon itu  juga berbuah ini merupakan kebenaran yang subjektif sampai kita menemukan bukti bahwa pohon mangga memang berbuah. Maka kebenaran yang kita anut pada saat kita menemukan bahwa pohon itu berbuah adalah pengetahuan yang benar. Dan menyatakan kebenaran ataupun suatu kesalahan dari suatu perkara dinamakan putusan.
Namun, putusan juga bisa saja didasarkan pada kebenaran yang bersifat etis atau masih saja bersifat subjektif. Misalkan tejadi prosesi lamaran yang dilakukan oleh perempuan pada adat minang. Hal ini mereka anggap benar karena sesuai adat dan kepercayaan mereka. Orang jawa dan Kalimantan misalkan akan menganggap adat orang minang salah, dikarenakan menurut mereka laki-lakilah yang harus datang melamar, bukan perempuan.  


  • Macam-macam Putusan

Ada lima macam  putusan dilihat dari segi bahan, jumlah, sifat hubungan subjek dan predikat dan modalitas, diantaranya :
1.      Dipandang dari segi bahan
Putusan bisa berbahan analitik atau bahasan dan bisa juga berbahan sintetik atau himpunan.
a.       Dalam putusan analitik predikatnya adalah keharusan bagi subjeknya.
Misalkan : Sapi adalah hewan dan Jambu ialah buah-buahan.
Sudah menjadi keharusan bagi sapi untuk menjadi hewan dan begitu juga dengan jambu sudah menjadi kewajibanya menjadi buah-buahan.
b.      Dalam putusan sintetik predikatnya tidak menjadi keharusan bagi subjeknya.
Misalkan : Sapiku kurus dan Jambuku manis
Dalam hal ini kita melihat kurus bukan menjadi keharusan sapi untuk menjadi kurus begitu juga dengan jambu.
2.      Dari segi jumlah
Dipandang dari segi kuantitasnya  ada tiga macam  putusan : umum, sebagian dan tunggal
a.       Putusan yang bersifat universal mencakup semua dalam lingkaran subjek
Misalkan : Semua mahasiswa STIU hadir dalam acara HUT STIU.  Manakala subjek memakai kata-kata umum seperti semua, seluruh dll kita akan langsung mengetahui bahwa ini adalah putusan umum. Namun bisa jadi subjeknya memakai kata-kata mufrad namun yang dimaksud adalah universal. Misal : Sapi adalah hewan. Dalam  hal ini semua sapi adalah hewan. 
b.      Putusan sebagian atau partikuler mencakup sebagian saja dari lingkaran subjek
Misal : Sejumlah mahasiswa UNAS tidak hadir pada hari sarjana itu.
c.       Putusan tunggal
Misalkan : Zubair adalah mahasiswa Lipia.
3.      Dari segi sifat dan kualitas
Dalam segi kualiatas suatu putusan mungkin setuju atau mengingkari
a.       Menyetujui
Misal : Semua mahasiswa UNAS hadir dalam dies
b.      Mengingkari
Misl : Zubair tidak bodoh
4.      Dari segi hubungan subjek dan predikat
a.       Putusan tanpa syarat dan katagori
Hubungan antara subjek dan predikat dalam putusan ini tidak ada disyaratkan apa-apa. Subjek dapat menerima predikat apa saja.
Misalkan : Semua Mahasiswa hadir atau sejumlah mahasiswa tidak hadir.
b.      Putusan bersyarat
Hubungan antara subjek dan predikat berdasarkan syarat. Apabila ada syarat itu, berlakulah hubungan tersebut . Misalkan : Kalau Zubair selesai dengan tentamen bahasa arabnya, ia akan naik kelas.
c.       Putusan pilihan atau disjungtif
Misal : Zubair hadir atau tidak hadir
5.      Dari segi modalitas
a.       Dalam putusan problematika subjek dapat menjadi predikat
Misal : Ketia UAS Zubair mungkin pergi ke pasar. Tetapi mungikin pula Zubair tidak pergi kepasar.
b.      Dalam putusan asertori berlakunya predikat pada subjek ditetapkan sebgai kenyataan
Misal : Zubair duduk diantara hadirin dalam perayaan Dies UNAS. Maka dikatakanlah : Zubair hadir dalam Dies UNAS
c.       Dalam putusan apodiksi, predikat harus berlaku pada subjek
Misal: Malam itu gelap. Maka tidak mungkin malam  itu terang.

  •      Lambang-lambang Logika

Sebelum kita masuk pada pembahasan berikutnya, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu kode- kode yang melambangkan keputusan berfikir. Kode-kode ini dilambangkan dengan huruf-huruf vokal seperti “a” untuk umum mengiyakan, “i” untuk sebagian mengiyakan, “e” untuk umum mengingkari, dan “o” untuk sebagian mengingkari.
Tunggal mengiyakan masuk kepada “i” dan sedangkan tunggal mengingkari masuk kepada “o”.
Misalkan : Semua undangan hadir dipesta pernikahan Ahmad. Dikarenakan subjek dari kalimat diatas umum dan peridikaatnya mengiyakan maka tanda atau kode yang dipakai pada kalimat diaas adalah ‘a’. Jadi “S a P”.


  •   Pertentangan Putusan

Sebuah putusan akan dikatakan bertentangan apabila ia memutuskan dalam perkara yang sama namun berisikan hal (Persetujuan atau Pengingkaaran) yang berbeda. Dan tidak menjadi masalah apabila apabila memutuskan dalam perkara yang sama namun berisikan hal yang berbeda tetapi mempunyai hal yang sama.
Misal: “Semua undangan hadir”  memiliki pengertian yang sama  dengan “Tidak ada undangan yang tidak hadir” walaupun halnya berbeda namun tetap dalam satu arti.
Pertentangan dikelompokkan menjadi empat hukum yang berbeda, hukum-hukum ini mencegah akal kita dari membuat pernyataan-pernyataan keliru, atau memudahkannya dalam mengoreksi pernyataan orang lain. Hukum-hukum ini antara lain :


1.      Hukum Kontradiksi
Misal :
a.       Semua mahasiswa UNAS hadir berkontradiksi dengan sebagian mahasiswa UNAS tidak hadir. Jadi S a P berkontradiksi S o P.
b.      Semua mahasiswa UNAS tidak hadir berkontradiksi dengan sebagian mahasiswa UNAS hadir. Jadi S e P berkontradiksi dengan S i P.
Didalam hukum kontardiksi jika yang satu salah maka yang satu adalah benar, begitu juga sebaliknya.  Dan tidak mungkin keduanya benar atau keduanya salah.
2.      Hukum Konter
Misal : Semua mahasiswa UNAS hadir, konter dengan semua mahasiswa UNAS tidak hadir. Jadi S a P konter dengan S e P
Didalam hukum konter jika salah satu pernyataan benar maka pernyataan yang lain keliru. Namun apabila salah satu putusan salah maka putusan yang lain bisa menjadi benar bisa juga salah, tidak ada keharusan seperti pada hukum kontradiksi.
Namun tidak mungkin kedua putusan atau pernyataan dianggap benar didalam hukum konter, tetapi tidak menutup kemungkinan pernyataan keduanya adalah salah.
3.      Hukum Subkonter
Misal : Sebagian mahasiswa UNAS hadir, sub-konter dengan sebagian mahasiswa UNAS tidak hadir. Jadi S e P ber sub konter dengan S o P.
Didalam hukum subkonter jika salah satu salah maka yang lain tentu benar. Namun apabila yang satu benar maka yang lain belum tentu salah. Dan tidak mungkin keduanya salah.
4.      Hukum Sub alternasi
Misal :
a.       Semua mahasiswa UNAS hadir, sub-alternasi dengan sebagian mahasiswa UNAS hadir. Jadi S a P sub alternasi dengan S i P.
b.      Semua mahasiswa UNAS tidak hadir, subalternasi dengan sebagian mahasiswa UNAS tidak hadir. Jadi S e P sub alternasi dengan S o P.
Didalam hukum sub alternasi ada kemungkinan kedua putusan salah atau sebaliknya. Atau mungkin yang satu benar dan yang lain salah. Jadi didalam hukum ini tidak ada keharusan sama sekali dalam menenutkan benar dan salah


  •   Masalah Kontradiksi Dalam Masyarakat

Kita sering sekali menemukan pertentangan-pertentangan dalam sebuah putusan. Orang banyak sekali salah dalam membuat putusan, sehingga putusan yang diambil diawal bertentangan dengan putusan yang ia ambil diakhir. Bukan hanya orang yang tidak terpelajar tapi orang terpelajar sekalipun kerap sekali membuat kesalahan yang sama. 
Hal ini berakibat fatal apabila dilakukan oleh seorang pemimpin, karena pertentangan yang dia buat justru menunjukkan kelemahan logikanya. Sedangkan kelemahan logika yang dimiliki seorang pemimpin berakibat kepada tindakan dan perbuatan yang keliru oleh pengikutnya.




  

No comments: