Monday, February 27, 2017

Gharar (Ketidakpastian) PHP !


Menurut standar syari’ah AAOIFI, gharar adalah sifat dalam mu’amalah yang menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur al-‘aqibah), dan secara operasional, gharar bisa diartikan : kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi, baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga salah satu dari kedua pihak dirugikan.

Praktek gharar dilarang dalam syari’at Islam, sesuai dengan hadist baginda Rasulullah SAW yang berbunyi :
نهى رسول الله – صلى الله عليه وسلم- عن الغرر
Artinya : “Rasulullah SAW melarang dari (jual-beli yang mengandung) gharar
            Tujuan dari dilarangnya gharar adalah agar tidak ada satu pihak pun yang menjalankan kontrak bisnis mengalami kezholiman dikarenakan terdapat ketidakpastian, baik itu gharar dalam shigat aqad, objek aqad ataupun syarat aqad.
1) Gharar dalam shigat akad.
a) Menggabungkan dua transaksi dalam satu transaksi (al-jam’u baina bai’ataini fi bai’ah), misalkan, menjual barang dengan harga seribu secara tunai dan dua ribu apabila tidak tunai, tanpa ditentukan salah satu dari dua pilihan tersebut.
b) Aqad jual beli atas objek yang tidak pasti, seperti ba’i al-hashah, yakni menjual sesuatu dengan cara melempar krikil ke objek yang terkena lemparan, maka itu yang akan dibeli.
2) Gharar dalam objek akad
a) Gharar yang terjadi pada barang yang diperjualbelikan (al-mutsman), seperti ketidakjelasan pada bentuk maupun sifat barang yang diperjualbelikan, ketidakjelasan pada barang mana sebenarnya yang diperjualbelikan, atau ketidakjelasan pada kuantitas barang yang diperjualbelikan.
b) Gharar yang terjadi pada harga dari objek aqad (at-tsaman), seperti menjual barang tanpa disebutkan harganya, membeli sesuatu dengan uang yang ada disaku dan tidak diketahui oleh pihak penjual, atau membeli sesuatu dengan mata uang tertentu yang tidak ditentukan.
c) Gharar yang terjadi pada waktu penyerahan yang tidak disepakati ketika akad, kontrak seperti ini tidaklah sah. Seperti Rasulullah SAW melarang jual beli hablil habalah, maksudnya menunda pembayaran hingga unta melahirkan dan anak yang dilahirkan melahirkan.
d) Gharar akibat barang yang diperjualbelikan tidak ada. Maksudnya adalah menjual sesuatu yang sejatinya tidak dimilikinya pada waktu akad, tetapi penjual kemudian membelinya dari pasar untuk dijual kepada pembeli tersebut. Jual beli objek akad seperti ini tidaklah sah kecuali dengan menggunakan akad salam ataupun ishtisna. Sesuai dengan hadist :
نهى النبي – صلى الله عليه وسلم – أن يبيع الإنسان ما ليس عنده
Artinya : “Rasulullah SAW melarang setiap orang menjual sesuatu yang belum dimilikinya”
Hal ini senada dengan kaidah fikih :
أن كل معدوم مجهول الوجود في المستقبل لا يجوز بيعه
Setiap barang yang tidak ada pada masa yang akan datang itu tidak boleh diperjualbelikan”
            Adapun kriteria gharar, atau yang menentukan suatu transaksi dianggap tidak sah dikarenakan mengandung unsur gharar antara lain adalah :
1) Gharar tersebut terjadi pada akad-akad mu’awadhat (kontrak bisnis), seperti jual beli, ijarah, syirkah dan tidak terjadi pada akad-akad tabarru’at (kontrak sosial), seperti hadiah, sedekah, pinjaman, dsb.
2) Termasuk katagori gharar berat, yaitu gharar yang merugikan pelaku akad dan berpotensi menimbulkan perselisihan, selain itu, gharar pada lazimnya dapat dengan mudah dihindari. Sedangkan gharar ringan adalah gharar yang tidak bisa dihindarkan dalam setiap akad dan dimaklumi menurut tradisi pembisnis, sehingga pelaku akad tidak dirugikan dengan gharar tersebut.
3) Gharar terjadi pada objek akadnya, bukan pelengkapnya. Seperti jual-beli buah yang belum tampak buahnya. Jika buah-buahan yang menjadi objek akadnya maka jual-beli ini dianggap tidak sah dikarenakan adanya unsur gharar, tetapi apabila objek akadnya adalah pohon, maka jual-beli ini dianggap sah, karena pohon adalah objek akadnya sedangkan buah-buahan hanyalah pelengkapnya. Sesuai dengan kaidah fiqhiyyah yang berbunyi :
يغتفر في التوابع ما لا يغتفر في غيرها
“Ditolelir segala hal yang mengikuti (pelengkap), pada apa yang tidak ditolelir pada selainnya”
4) Tidak ada kebutuhan syar’i (hajat) pada akad yang ada unsur gharar tersebut. Yang dimaksud dengan hajat adalah sebuah kondisi dimana setiap orang diperkirakan mendapatkan kesulitan (masyaqqah) jika tidak melakukan transaksi gharar tersebut, baik bersifat umum maupun khusus. Seperti bolehnya menabung dibank konvensional ketika belum ada bank syari’ah. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah :
الحاجة تنزل منزلة الضرورة عامة كانت أو خاصة
Kebutuhan itu menempati  kedudukan dharurat, (baik kebutuhan tersebut bersifat) umum maupun khusus”
            Praktek gharar dalam transaksi bisnis modern antara lain terjadi pada asuransi konvensional, dimana nasabah diwajibkan membayar sejumlah uang untuk mendapatkan jaminan, yang pada dasarnya tidak dapat dipastikan kapan nasabah membutuhkan jaminan tersebut. Jika dilihat dari penjelasan diatas, asuransi konvensional dapat dikatagorikan sebagai gharar pada waktu penyerahan, atau dapat juga dimasukkan kepada gharar dikarenakan barang yang diperjualbelikan tidak ada, hal ini tentunya jika tidak ada klaim dari nasabah.
            Adapun dalam bursa efek terdapat beberapa macam jenis transaksi yang dapat dikatagorikan sebagai gharar seperti yang dikemukan oleh DSN dalam fatwa No : 80/DSN-MUI/III/2011, diantaranya :
1) Front Running yaitu tindakan Anggota Bursa Efek yang melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu Efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas Efek tersebut yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan atau mengurangi kerugian.
2) Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
3) Wash sale  (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan) yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.
4) Pre-arrange trade yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalam maupun di luar bursa.
5) Short Selling (Jual kosong/ Ba’i al-Maksyufi ) Yaitu suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.     

No comments: