Saturday, August 4, 2012

Syi'ah Isma'iliyah

Ilustrasi gambar wajah para imam syi'ah
Syi'ah adalah satu madzhab dari sekian bayaknya madzhab didalam Islam, pengikutnya mengklaim bahwa mereka adalah pengikut Sayyidina Ali dan beranggapan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari Ahlul Bait (Sanak Keluarga Nabi), mereka menolak mentah-mentah segala petunjuk yang datang dari para sahabat yang bukan dari golongan Ahlul Bait.
Mengenai kemunculan pertama madzhab ini, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Abu Zahrah misalnya berpendapat bahwa Syi'ah mulai muncul ketika akhir dari pemrintahan Utsman bin Affan, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Sedanhkan Watt berpendapat bahwa Syi'ah benar-benar muncul ketika terjadi tahkim antara Ali dan Mu'awiyah, dengan ini dia berpendapat bahwa Syi'ah dan Khawarij merupakan saudara kembar yang muncul berbarengan. Mengira dua pendapat diatas masih belum menyakinkan, saya lebih condong dengan apa yang dikatakan oleh kalangan Syi'ah tentang diri mereka, para ahli dari golongan mereka berpendapat bahwa kemunculan Syi'ah mempunyai kaitan yang erat dengan permasalahan Khilafah pengganti Rasullah. Mereka menolak kepemimpinan Abu bakar, Umar dan Utsman karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib lah yang berhak menduduki bekas kursi baginda Rasul setelah kematiannya. Syi'ah mengakatakan hal ini bukanlah tanpa hujjah, mereka berdalil dengan hadist Ghadir Khumm.

من كنت مولاه فعلي مولاه, اللهمّ والى من واله وعادى من عاداه
Jadi menurut mereka, kemunculan sakte ini berawal dari terpilihnya Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah dan terus mengakar dan menguat sampai artikel ini ditulis. Penolakan mereka terhadap tiga Khalifah pertama kaum muslimin yang telah saya sebutkan diatas merupakan sebab dari sebuah pertanyaan kenapa kaum Sunni lebih suka memanggil mereka dengan Rafidhah.
Dalam perjalanannya menjadi sebuah madzhab didalam agama Islam, syi'ah pun tidak luput dari perpecahan yang membaginya kedalam beberapa subsakte. Namun perpecahan mereka bukanlah dikarenakan perdebatan ilmiah seperti yang terjadi dikalangan sunni. Perpecahan yang terjadi dikalangan mereka tidak lain dikarenakan sistem Imamah mereka yang monarki. Layaknya sebuah kerajaan yang dipimpin oleh satu keluarga besar, ketika perselisihan tentang tahta terjadi diantara anak-anak raja, maka kerap akan timbul perpecahan dikerajaan tersebut. Kira-kira begitu juga lah yang terjadi pada Syi'ah ketika masa-masa awal dinasti Umayyah. Salah satu dari subsakte itu ialah Syi'ah Isma'illiyah atau biasa disebut dengan Syi'ah Sab'iyah yang akan menjadi pembahasan kita sebentar lagi, jadi jangan tutup laptop anda.
Struktur ajaran Syi'ah secara umum
Syi'ah Isma'illiyah adalah pengikut imam Isma'il bin Ja'far yang telah dibatalkan keimamannya oleh Syi'ah Itsna Asyar. Syi'ah Istna Asyar beranggapan bahwa Isma'il tidak layak untuk diikuti sebagai imam, dikarenakan disamping kebiasaannya yang tidak terpuji juga karena ia wafat mendahului ayahnya Ja'far. Sebagai penggantinya mereka mengangkat Musa Al-Kadzim, adik Isma'il sebagai imam baru pewaris tahta sang ayah.  Syi'ah Isma'illiyah menolak pembatalan ini, mereka bersikeras anak tertualah yang lebih berhak untuk mewarisi keimaman sang ayah, seperti diangkatnya Hasan sebelum baginda Husein.

Kriteria Itsna Asyar dan Isma'illiyah tentang seorang Imam amat jauh berbeda, hal ini membuat keduanya tidak terlihat akur didalam doktrinnya masing-masing, Bagi madzhab ini, keimanan seseorang hanya bisa diterima apabila sesuai dengan keyakinan mereka. Yakni melalui kesetiaan terhadap imam zaman. Imam menurut mereka adalah sesosok manusia tetesan illahi (Divine Grace) yang ditunjuk oleh Allah agar membawa mereka kedalam pengetahuan, dengan pengetahuan tersebut seorang manusia akan menjadi manusia yang seutuhnya. Tanpa seorang imam, mustahil manusia akan bisa mencapai drajat tersebut. Untuk mengawal doktrin diatas, Isma'illiyah menerapkan syarat-syarat untuk mengangkat seorang imam, syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :
  • Imam haruslah berasal dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah. Karena tidak mungkin pengetahuan itu mampir kepada selain dari keturunan Fatimah.
  • Keimaman seseorang haruslah berdasarkan penunjukkan nas dari imam terdahulu. Isma'illiyah menyakini bahwa sebelum Nabi wafat, beliau telah menunjuk Ali sebagai pengganti beliau, begitu juga Ali. Tetapi doktrin ini dikekang oleh doktrin sebelumnya dan sesudahnya, ada semacam keharusan bagi seorang imam untuk menunjuk imam sesudahnya dari anaknya yang tertua.
  • Keimaman haruslah jatuh kepada anak yang tertua. Seperti fakta sejarah, mereka menolak keimaman Musa lantaran ia adalah adik dari Isma'il
  • Imam harus maksum. Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun imam berbuat salah dalam pandangan manusia biasa, perbuatannya itu tidaklah salah. Tampaknya ini adalah hal yang berlebihan, tetapi seperti apa yang telah dikatakan orang-orang bahwa ini adalah konsekuensi logis dari konsep pengetahuan zahir dan batin seorang imam (baca terus, dan lihat penjelasannya dibawah)
  • Imam harus dijabat oleh orang yang paling baik dan tak bercacat. Mereka menolak konsep imam mafdhul yang ditawarkan Zaidiyah, bagi mereka seorang imam adalah orang yang tak pernah melanggar konsep syari'at yang telah ada. Yang patut ditinjau adalah bahwa konsep ini seakan bertolak belakang dengan keharusan maksum seorang imam, tetapi sesungguhnya kedua doktrin diatas sangat bersinergi dan terlihat cocok.
  • Imam harus mempunyai pengetahuan zahir dan batin. Ini adalah bagian yang juga amatlah penting, sebab bagaimana bisa seorang imam dapat membimbing makmunnya tanpa sebuah pengetahuan. Namun lebih jauh dari apa yang kita pikirkan sebelumnya, mereka beranggapan bahwa seorang imam wajib mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh orang biasa. Dengan begitu apa yang salah dalam pandangan manusia biasa, belum tentu salah dalam pandangan imam.
Doktrin tentang imamah menempati posisi sentral dalam Syi'ah Isma'illiyah. Kepatuhan terhadap perintah Imam dipandang sebagai prinsip dalam menerima ajaran suci sang imam. Seperti semua madzhab didalam Islam, Isma'illiyah juga mempunyai cita-cita tentang pemahaman dan penerapan Islam dalam keseluruhan totalitasnya agar umat berjalan lurus dengan kehendak tuhan, namun dalam hal ini Isma'illiyah beranggapan bahwa tidaklah cukup bagi manusia untuk berjalan diatas kehendak tuhan dengan hanya memahami apa-apa yang tesurat didalam Al-Qur'an dan Al-Hadist saja, mereka juga harus memahami apa yang tersirat diantara keduanya melalui sang imam. Dikatakan bahwa segi-segi lahir atau yang tersurat adalah diperuntukkan bagi orang-orang awam yang kecerdasan dan kemampuan rohaninya sangat rendah, sedangkan bagi orang-orang tertentu mungkin saja terjadi perubahan, peralihan dan bahkan penolakan terhadap pelaksanaan syari'ah tersebut. Sehingga tidaklah mengherankan kalau diantara mereka banyak yang menggugurkan kewajiban beribadah, karena mereka adalah orang-orang yang telah mengenal imam dan telah mengetahui takwil melalui perantaraan imam.  Keyakinan seperti ini mirip dengan keyakinan kaum  Hassasins yang telah kita bahas terlebih dahulu, ini disebabkan Isma'illiyah merupakan asal-usul dari kaum pembunuh itu.
Isma'illiyah juga berkeyakinan bahwa sepeninggal Isma'il bin Ja'far, imam-imam mereka adalah imam-imam yang tersembunyi sampai didirikannya Dinasti Fatimiyah di Mesir dan setelah Dinasti itu runtuh. Menurut mereka disetiap masa dan zaman dibumi akan selalu ada imam yang memimpin, tersembunyinya imam tidak menghalanginya untuk menjadi imam dan ia tetap harus dipatuhi. Karena ketika sang imam tersembunyi maka da'i-da'inya akan nampak dan akan membawa umat kepada pengetahuan sang imam, sebaliknya, apabila sang imam nampak, maka da'i-da'inya akan tersembunyi.
Sebenarnya Isma'illiyah tidaklah jauh berbeda dengan Syi'ah lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada keekstriman Isma'illiyah dalam menekankan kemaksuman imam dan penolakan mereka terhadap imam Mahdi Al-Muntadzar, selebihnya perbedaannya hanyalah menyangkut hal-hal yang kecil.
Mengenai sifat Allah Isma'illiyah sependapat dengan Mu'tazillah, menurut mereka penerapan atau penempatan sifat pada dzat Allah merupakan penyerupaan Nya dengan makhluk.

Waallahu 'alam bishwab

Sumber :  Ilmu Kalam untuk IAIN, STAIN, PTAIS. disusun oleh: Drs Rosihon Anwar, MA.g dan Drs. Abdul Rozak,MA.g

No comments: