Wednesday, July 25, 2012

Adakah Jimat didalam Islam?

Pada jaman dahulu Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang tak beragama, penduduk lokal bangsa ini kebanyakan menganut suatu kepercayaan animisme, yang mendewakan elemen-elemen yang terdapat dibumi dan elemen yang dapat dilihat dilangit. Sampai suatu ketika daerah pesisir nusantara menjadi jalur emas perdagangan internasional yang sangat stretegis dan menguntungkan bagi bangsa asing dan pribumi, bermacam-macam bangsa yang datang untuk berdagang dan menetap di daerah pesisir, yang lambat laun komonitas-komunitas pedagang ini akhirnya menyebar dan berbaur dengan penduduk lokal pribumi, karena berbaurnya komunitas-komunitas pedagang dengan warga setempat maka menyebar juga lah kebudayaan, agama, dan tutur prilaku bangsa asing diwilayah nusantara, serta terjadi juga lah asimilasi kebudayaan lokal dan asing sehingga menghasilkan suatu kebudayaan baru yang lebih baik dari sebelumnya.
Seperti yang kita ketahui agama islam juga masuk ke nusantara juga karena proses diatas, sehingga memungkinkan asimilasi kebudayaan antara empat formula kebudayaan besar dunia kedalam tubuh Islam sehingga menghasilkan Islam yang bercorak abangan yang masih dapat kita lihat di masyarakat kita sekarang.
Jimat-jimat yang kita kenal sekarang ini, merupakan suatu bagian dari asimilasi budaya antara kebudayaan animisme lokal dan Islam, namun proses asimilasi diatas itu bersifat sangat dipaksakan oleh beberapa kalangan, itu dikarenakan Islam sendiri menolak dengan tegas apapun yang disebut dengan jimat, hal ini secara tegas di katakan oleh Nabi Muhammad SAW:

عن ابن مسعود رضى الله عنه قالِ:سمعت رسول الله قال: انَّ الرُّقَى وَالتَّماَئِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
 Artinya: “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik.” (HR. Al-Imam Ahmah, Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thabrani , dan Al-Baihaqi di dalam.)
Namun ternyata banyak sekali orang yang beragumen sebaliknya dari hadist Rasulullah diatas, mereka bukan bermaksud untuk mengingkarinya, tetapi mereka berusaha mengambil kesimpulan dengan cara menarik illah pengharaman jimat tersebut, beginilah kurang lebih apa yang mereka pikirkan. “Mengapa Rasulullah mengharamkan jimat”?, Rasulullah mengharamkan jimat karena ditakutkan jimat itu akan menglengserkan keyakinan murni bahwa Allah merupakan penguasa tunggal di alam semesta". Jadi menurut mereka seandainya jimat tidak menglenserkan keyakinan maka hilang juga lah keharamannya, singkat kata jika kita menganggap kalau jimat itu hanyalah sebab dari keamanan yang kita peroleh karena memakainya maka tidak mengapalah kita untuk menggunakannya.
Akan tetapi, semua hal yang dilakukan diatas dianggap sebagai bentuk kebodohan yang dihias-hias dengan dalil-dalil kosong, sangat praktis dan tidak berdasar. Itu dikarenakan menyimpulkan suatu hal itu merupakan sebab atau tidak terdapat dua cara benar yang telah digariskan oleh para ulama:
Pertama: Sesuatu yang dapat dikatakan sebab adalah benda yang sudah disyari’atkan oleh Allah, didalam Al-qur’an ataupun dikalam Nabi Muhammad SAW, sebegai contohnya adalah hadist rasul tentang habbatus sauda, bekam, dll
Kedua: Sesuatu yang dapat saja kita katakan mengandung sebab tanpa perlu merujuk kepada cara yang pertama ialah sesuatu yang sudah benar dan nyata manfaat dan mudharatnya bagi kita dan dapat kita rasakan secara langsung efek dari benda tersebut, misalnya: manfaat helm bagi pengendara bermotor, atau manfaat sabuk bagi pengendara mobil.
Setelah kita lihat, ternyata menganggap jimat sebagai sebab sangat bertolak-belakang dengan dua kesimpulan para ulama diatas, karena ia sudah dengan nyata ditentang oleh Al-qur’an dan As-sunnah dan lagi manfaatnya yang tidak begitu nyata bagi kehidupan manusia. Jadi sudah tidak ada alasan lagi bagi orang yang menghalalkan jimat untuk tetap berdiri disana. Dan dalam hal ini Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata: Manusia dalam permasalahan sebab terbagi menjadi tiga kelompok, dua berada di ujung dan satu di tengah
Pertama: segolongan orang mengingkari sebab-sebab, mereka adalah golongan yang menafikan hikmah-hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti golongan Jabariyah dan Qadariyah.
Kedua: segolongan orang melampaui batas dalam menetapkan sebab sehingga mereka menjadikan sesuatu yang tidak disyariatkan sebagai sebab, seperti yang dilakukan mayoritas ahli khurafat dari kalangan sufi dan selain mereka.
Ketiga: orang yang mengimani adanya sebab dan segala pengaruhnya akan tetapi mereka tidak menetapkan sesuatu sebagai sebab kecuali bila telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, baik secara syar’i atau takdir (inilah golongan yang benar, pen.).” (Lihat Al-Qaul Al-Mufid syarah Kitab Tauhid 1/205). Jadi keharaman jimat bukanlah suatu stetment yang perlu dipertanyakan lagi, karena sudah nyata dan sudah pasti keharaman dan kejelekan manfaatnya.
Namun seringkali kita dibuat bingung dan berfikir keras dengan jimat yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur’an dan asma-asma Allah karena didalam Alqur’an sendiri Allah mengatakan:
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Al-Isra Ayat 82)
Setelah kita pikirkan secara matang, ternyata ayat-ayat Allah yang dituliskan diatas jimat samasekali tidak mempunyai hubungan dengan fungsi jimat itu sendiri, baik dalam segi lugah, tafsir ataupun asbabun nuzulnya. Misalkan ayat yang berbicara masalah ketakwaanan dituliskan diatas jimat dan digantungkan dipintu toko dengan maksud agar dagangannya laris dan cepat habis, semakin nampak sajalah kebodohan kita apabila melakukan hal itu. Apalagi mengingat tujuan asli dari pada Al-qur’an sendiri adalah untuk dibaca, dipahami dan dijadikan pedomanan hidup. Bukan untuk dipajang apalagi untuk dijadikan jimat. Al-qur’an akan mempunyai efek yang sangat besar ketika ia dilafalkan dengan penghayatan yang dalam, dengan kita lafalkan dan kita hayati maka Al-qur’an akan menjadi penawar yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit kronis jiwa dan raga yang sedang kita derita.
Namun secara pasti banyak ulama yang mengharamkan pemakaian jimat yang bertuliskan ayat-ayat Allah, diantaranya adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Hudzaifah, ‘Uqbah ibn ‘Amir, Ibnu ‘Akim dan sejumlah dari para tabi’in dan juga sejumlah ulama muta’akhirin . Mereka berdalih bahwa Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud diatas adalah Hadist yang umum dan tidak terdapat pengkhususan bentuk jimat seperti apa yang dibolehkan, apakah jimat yang dibolehkan itu adalah jimat yang bertuliskan asma Allah atau jimat yang bertuliskan ayat-ayat Allah, hal ini samasekali tidak disebutkan didalam hadist Ibnu Mas’ud tersebut, bahkan juga tidak terdapat nash yang dapat mentakhsis hadist diatas.
Sementara, ada juga ulama yang mentarjih pendapat kebanyakan ulama diatas, dengan mengemukakan arguman yang cukup kuat, Asy-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan bahwa ada tiga alasan mengapa diharamkannya jimat-jimat yang bertuliskan asma-asma Allah atau yang bertuliskan Ayat-ayat Allah, ketiga hal yang beliau maksud itu adalah sebagai berikut.:
Pertama: Keumuman larangan dan tidak ada dalil-dalil yang mengkhususkannya.
Kedua: Menutup jalan-jalan yang akan mengantarkan kepada (perbuatan) menggantungkan selain Al Qur‘an atau nama-nama Allah.
Ketiga: Akan terjatuh pada penghinaan terhadap Al Qur`an dan nama-nama Allah tersebut karena akan dibawa ke tempat najis atau dipakai untuk mencuri, merampok, dan berkelahi.
Selain itu, banyak juga alim ulama jaman sekarang yang memperkuat pendapat diatas diantara mereka adalah: Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Taisir Al-’Aziz Al-Hamid, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh dalam kitabnya Fathul Majid, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, dan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahumullah.
Dengan begitu sudah tidak adalagi alasan kuat untuk menghalalkan jimat sebagai salah satu dari bentuk ikhtiar kita. Hanya untuk diketahui bahwa jimat juga bukan termasuk dari bentuk ikhtiar yang selalu kita elu-elukan sebagi alasan nomer satu untuk menghalalkannya, karena ketika kita menggunakannya sebenarnya kita telah bergantung dan berharap sepenuhnya kepada benda itu. Jadi, posisi jimat dihati kita pada saat itu sudah seperti posisi Tuhan, tempat kita berharap dan menggadu..

. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(An-Nisa Ayat 48)

waallahu 'alam

No comments: